Hati-hati Merancang Rumah di Sudut “L”
Jika tidak disiasati dengan benar, rumah di sudut “L” bisa menimbulkan masalah.
Rumah yang terletak di tikungan dari ujung jalan, dalam Feng Shui disebut rumah di sudut “L”. Jenis rumah seperti ini sekarang sering ditemukan di banyak kompleks perumahan, khususnya real estate yang bersifat regency. Maksudnya, kompleks perumahan yang sengaja didesain dalam lingkup tertutup, dengan jalan keluar-masuk hanya melalui satu pintu. Bentuk seperti ini dimaksudkan untuk memberikan privasi bagi penghuni.Menurut pengamatan saya terhadap perumahan-perumahan yang ada di Indonesia, ternyata rumah yang terletak di sudut “L” kurang begitu diminati masyarakat. Walaupun laku, biasanya pada urutan paling akhir sesudah rumah di posisi sudut atau hook. Pihak pengembang (developer) pun sadar bahwa posisi rumah di sudut “L” memang cukup sulit dijual—sama sulitnya dengan rumah posisi “tusuk sate”—sehingga mereka biasanya memberi diskon khusus bagi mereka yang berminat.
Dalam menangani tanah di tikungan yang bersudut 90 derajat itu, pihak pengembang menyiasatinya dalam 2 cara.
1. Tanah berbentuk “L” tersebut dibagi dua sehingga masing-masing lahan menjadi berbentuk trapesium. Bentuk trapesium dengan bagian depan sempit dan bagian belakang lebar sering diasumsikan sebagai tanah “ngantong” yang justru banyak dicari orang. Tetapi jangan salah sangka. Rancangan yang tidak hati-hati justru akan menciptakan lahan berbentuk segitiga yang paling dipantang dalam Feng Shui.
2. Meneruskan salah satu jalan sebagai upaya menghilangkan sudut “L” dan mengubahnya menjadi bentuk “T”. Tetapi konsep ini kurang diminati, karena:
- pihak pengembang akan kehilangan lebih banyak lahan;
- justru menciptakan posisi “tusuk sate”;
- menciptakan rumah yang terletak di jalan buntu.
Dari sisi desain, bentuk lahan trapesium memang cukup merepotkan saat merancangnya. Apalagi kalau bidang depannya sangat sempit; biasanya langsung “habis” untuk pintu garasi.
Menganalisa Feng Shui untuk rumah yang terletak di sudut “L” ternyata juga sama sulitnya seperti arsitek merancang bangunan di atas lahan tersebut. Ini karena banyak kekurangan yang mengundang masalah, seperti contoh berikut ini.
1. Apabila lahan tersebut tidak dibelah, melainkan ditawarkan dalam satu paket, maka tanah tersebut bentuknya tidak lagi kotak tetapi pada salah satu sudutnya akan terpotong atau diistilahkan “kehilangan sudut”. Selain bentuk lahan yang tidak berupa kotak utuh, tercipta dua buah posisi “tusuk sate” dari dua arah jalan yang menikung. Penampang depan bidang tanah yang “tertusuk” tersebut mengasilkan nilai yang tidak menguntungkan. Pukulan dari dua “tusuk sate” akan mengganggu rejeki, ketenangan, dan faktor kesehatan bagi penghuni.
2. Apabila lahan dibagi menjadi dua, pembagian biasanya dilakukan dengan membuat garis melintang diagonal di tengah, dari ujung sudut belakang ke sudut tengah depan. Langkah ini akan menciptakan lahan yang berbentuk trapesium. Masyarakat awam sering terjebak menganggap lahan trapesium sebagai tanah “ngantong” yang dapat membawa berkah dan rejeki. Sayang anggapan ini sering keliru. Tanah yang disebut “ngantong” adalah apabila lebar belakang tidak lebih dari satu setengah kali dari lebar depan. Kalau lebar belakang hampir 3 kali dari lebar depan, maka tanah tersebut dalam Feng Shui sering diidentifikasikan sebagai tanah “segitiga”. Selain itu, tanah tersebut juga berada di posisi “tusuk sate” yang mempunyai nilai buruk dalam penilaian Feng Shui. Menurut pengamatan saya, bentuk tanah trapesium kalau tidak ditangani secara hati-hati akan mengundang masalah, khususnya penyakit. Ditangani secara hati-hati maksudnya adalah perancangan bentuk rumah harus disertai analisa Feng Shui khusus agar menghindari posisi “tusuk sate” dan “segitiga”. Langkah ini bisa dilakukan apabila luas lahan cukup besar dan bangunan belum didirikan.
Yang membahagiakan saya selaku pengamat Feng Shui adalah bahwa pada saat ini telah banyak pengembang yang dapat membaca kebutuhan pasar dan menyiasati berbagai kelemahan tersebut, entah melalui nasehat ahli Feng Shui atau mencermati data-data lapangan yang pernah dijadikan studi kasus. Para pengembang tersebut telah mengubah konsep layout real estate terhadap sudut tanah di posisi “L” dengan membentuk taman berbentuk lingkaran dalam berbagai tipe.
Langkah ini dilakukan pengembang dengan tujuan membentuk cekungan jalan yang “dalam” agar tidak membentuk jalan yang dapat menciptakan kondisi “tusuk sate”. Selain itu, lahan sudut “L” dibagi menjadi 3 atau 4 bagian sehingga bentuk segitiga dapat dihilangkan dan tercipta bentuk tanah yang “ngantong” yang nilai Feng Shui-nya baik. Lingkungan yang baik secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan penghuni rumah. Pada akhirnya, kelancaran usaha pengembang pun dapat diraih.
No comments:
Post a Comment